Senin, 13 Desember 2010

Sejarah Najd dan Hubungan dgn Daulah ‘Utsmaniyyah

Sejarah Najd dan Hubungan dgn Daulah ‘Utsmaniyyah
penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Luqman Baabduh
headline Kajian Utama 24 - Maret - 2006 20:15:55
Berawal dari dakwah yg dikembangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu negeri Najd dan sekitar berkembang menjadi negeri tauhid yg diliputi ketentraman setelah keterpurukan agama dan keterbelakangan sosial menggayuti negeri ini. Namun hal ini justru dianggap sebagai ancaman besar bagi Daulah Utsmaniyah yg banyak dipengaruhi aqidah Sufi.
Pengetahuan tentang sejarah Najd dan negeri-negeri di sekitar sangatlah penting utk diketahui tiap muslim dlm rangka mengenal hakekat sebenar dari dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu di mana fakta dan sejarah tentang dakwah beliau telah banyak diputarbalikan oleh ahlul batil hingga kini baik dari kalangan Syi’ah Rafidhah Tashawwuf ataupun kaum hizbiyyin dari kalangan neo Khawarij baik dari kelompok Hizbut Tahrir ataupun yg lainnya.
Perlu diketahui bahwa Negeri Najd sejak sebelum muncul dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu bahkan sejak jauh hari sebelum kelahiran beliau benar-benar dlm keadaan yg menyedihkan dan sangat bertentangan dgn syariat Islam. Hal ini ditinjau dari dua sisi baik dari sisi kehidupan keagamaan masyarakat Najd secara umum pada masa itu ataupun dari sisi kehidupan sosial politik serta keamanan negeri tersebut dan sekitarnya.

Najd adl bagian dari kawasan Jazirah Arabia yg terletak antara Hijaz dan Iraq1.
Sejarah Kehidupan Keagamaan Najd
Pada masa itu kaum muslimin di negeri Najd dan Al-Ahsa` serta negeri-negeri yg lain sejak sebelum kelahiran Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu telah tenggelam dlm kehidupan yg penuh kesyirikan bid’ah dan khurafat serta kemaksiatan. Mereka telah mencampakkan bimbingan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para shahabat radhiallahu ‘anhum. Berbagai macam bentuk ibadah kepada selain Allah mereka lakukan ber-istighatsah dan meminta tolong serta perlindungan kepada makhluk-makhluk baik wali jin batu pohon dan yglainnya.
Sebagai contoh adl apa yg terjadi di salah satu daerah Najd yg terkenal dgn nama Balidah. Ada sebuah sebuah pohon kurma pejantan yg terkenal dgn nama Al-Fida’. Pohon itu dikenal krn kejantanan sehingga manusia berdatangan ke tempat tersebut utk meminta berbagai macam permohonan kepadanya.
orang2 yg mengalami kesempitan rizki musibah atau penyakit berdatangan utk memohon jalan keluar dari musibah-musibah yg mereka alami. Begitu juga seorang wanita yg ingin segera mendapatkan jodoh memohon dgn mengatakan: “Wahai pohon pejantan yg ampuh berilah aku seorang suamidst.”2
Tak luput pula di daerah Ad-Dir’iyyah tempat cikal bakal kemunculan dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ad-Dir’iyyah telah dipenuhi dgn berbagai macam kesyirikan. Di antara adl ada sebuah makam di salah satu gua pada sebuah gunung di negeri tersebut yg kebanyakan orang meyakini sebagai makam seorang wanita cantik yg terkenal dgn julukan Bintul Amir. Konon dia adl seorang wanita yg bertakwa dan banyak beribadah.
Suatu hari ia keluar rumah dan sampai di gunung tersebut. Ternyata di sana ada segerombolan pria jahat yg hendak menodai kehormatannya. Melihat kondisi ini wanita tersebut berdoa kepada Allah memohon perlindungan dari bahaya. Belum selesai dari doa ternyata salah satu sisi dari gunung tersebut terbelah kemudian wanita itu segera memasuki hingga dia pun mengakhiri hidup di goa tersebut. Setelah itu beredar keyakinan bahwa wanita itu adl salah seorang wali Allah. mk berdatanganlah manusia ke tempat itu meminta barakah rizki dan jalan keluar atas segala penyakit maupun musibah yg menimpa mereka.3
Kemudian beberapa negeri di luar Najd seperti Mesir Iraq India dan Yaman dan juga sebagian besar daerah di wilayah kekuasaan Dinasti ‘Utsmani telah dipenuhi berbagai macam praktek kesyirikan bid’ah khurafat dan kemaksiatan.
Di Mesir pada waktu itu umat Islam melakukan doa dan istighatsah serta penyembelihan hewan-hewan sebagai sesaji utk kuburan Al-Badawi dan Ar-Rifa’i. Di Iraq kaum muslimin berbondong-bondong mendatangi kuburan Abdul Qadir Al-Jailani. Di Makkah dan Ath-Tha`if pun tdk luput dari praktek-praktek kesyirikan di mana mereka beramai-ramai mendatangi kuburan Ibnu ‘Abbas. Demikian pula negeri Yaman dgn kuburan Ibnu ‘Alwan-nya.4
Sejarah Kehidupan Politik dan Keamanan Najd
Kehidupan sosial politik dan keamanan di Negeri Najd sejak sebelum kelahiran Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu adl sebuah kehidupan ygsangat mengerikan.
Hukum yg berlaku adl hukum kekabilahan. Masing-masing daerah terpisah dari daerah yg lain dan tercerai berai di bawah kekuasaan para pemimpin kabilah yg mayoritas mereka terkungkung kejahilan dan hawa nafsu. Penguasa negeri yg memiliki kekuatan berambisi utk mencaplok negeri lain yg cenderung lbh lemah.
Di tiap negeri terjadi peperangan pembunuhan serta kedzaliman. Perasaan takut dan mencekam meliputi negeri Najd. Kaum wanita pun menjadi tawanan yg ternodai dan diperjualbelikan harga dirinya. Para perampok di jalan-jalan menjadi momok besar bagi para pedagang yg hendak lewat.
Salah satu pembesar kabilah yg terkenal dgn kekejaman adl penguasa kota Ar-Riyadh yg dikenal dgn Dahham bin Dawwas. Seorang pendusta yg dzalim yg dikenal dgn kemunafikan menghalalkan berbagai macam perkara yg diharamkan. Dia adl seorang pelayan di istana penguasa Riyadh yg kemudian dgn segala tipu daya berhasil menduduki kursi kekuasaan.
Disebutkan di antara kekejaman adl ketika suatu hari dia marah terhadap seorang wanita mk mulut wanita tersebut dijahit. Dan pada hari lain dia menyiksa seorang lelaki yg tdk bersalah dgn bentuk siksaan yg tdk pernah tercatat dlm sejarah. Dia potong paha lelaki tersebut dan diperintahkan utk memakan potongan daging pahanya sendiri. Kondisi yg mengerikan ini tdk ada satu pihak pun yg mampu menghentikannya.
Hingga Allah lahirkan seorang ulama besar yg menyeru kepada tauhid dan Sunnah serta mengajak umat utk menegakkan syariat Islam di bumi Najd khusus dan negeri-negeri muslimin secara umum. Dialah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin ‘Ali At-Tamimi An-Najdi rahimahullahu.
Yang tdk kalah penting dgn pembahasan di atas adl pengenalan kondisi Daulah ‘Utsmaniyyah pada masa itu kaitan dgn keberlangsungan dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu di daerah Najd. Pembahasan ini meliputi:
Hubungan Najd
dengan Daulah ‘Utsmaniyyah
Banyak pihak menyatakan kawasan Najd pada masa itu adl bagian dari teritorial kekuasaan Dinasti ‘Utsmani. Sehingga dari sinilah muncul anggapan bahwa gerakan dakwah di Najd yg dipimpin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dgn dukungan penuh dari Penguasa Ad-Dir’iyyah yaitu Al-Amir Muhammad bin Su’ud dan keluarga sebagai bentuk pemberontakan atau gerakan separatis yg memberontak terhadap Dinasti ‘Utsmani. Tuduhan miring ini muncul disebabkan beberapa faktor antara lain:
1. Ada pihak-pihak yg benci dan sakit hati terhadap dakwah tauhid yg dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yg mendorong mereka utk memutarbalikkan fakta serta menyebarkan isu-isu dusta tentang dakwah beliau sebagaimana akan kami jelaskan dlm kajian Musuh-musuh Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
2. Jauh umat dari para ulama Ahlus Sunnah dan referensi-referensi Islam yg bisa dipertanggungjawabkan.
Untuk menjawab beberapa tuduhan miring di atas mk perlu kami jelaskan tentang eksistensi Najd dan hubungan dgn Dinasti ‘Utsmani.
Sejarah mencatat bahwa Najd secara umum pada waktu itu atau daerah Ad-Dir’iyyah secara khusus yaitu negeri tempat muncul dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu tdk termasuk wilayah kekuasaan Khilafah ‘Utsmaniyyah. Bukti dari hal ini adl apa yg dipaparkan Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah Al-‘Ubud Rektor Al-Jami’ah Al-Islamiyyah Madinah dlm disertasi doktoral yg beliau susun dgn judul ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa atsaruha fi Al-‘Alam Al-Islamy beliau berkata :
“Belahan bumi Najd secara umum tdk menyaksikan ada pengaruh apapun dari Daulah ‘Utsmaniyyah terhadapnya. Demikian juga kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah tdk sampai menyentuh bumi Najd.” .
Tidak seorangpun penguasa ‘Utsmaniyyah yg datang ke sana. Tidak pula perlindungan keamanan Turki menyentuh daerah-daerah Najd sejak jauh hari sebelum muncul dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullahu. Di antara bukti yg menunjukkan hakekat sejarah tersebut adalah: Penelitian pembagian daerah-daerah kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah dari sebuah cacatan resmi Turki yg berjudul: Qawanin Ali ‘Utsman Durr Madhamin Daftar Diwan karya Yamin ‘Ali Afnadi seorang penanggung jawab resmi catatan sipil Al-Khaqani pada tahun 1018 H bertepatan dgn tahun 1690 M. Catatan tersebut disebarkan Sathi’ Al-Hashri melalui buku Negara-negara Arab dan Daulah ‘Utsmaniyyah.
Melalui catatan resmi tersebut diketahui dgn jelas bahwasa sejak awal abad ke-11 H Daulah ‘Utsmaniyyah terbagi menjadi 32 propinsi 14 di antara adl propinsi-propinsi Arab. Dan daerah Najd tdk termasuk dlm 14 bagian tersebut kecuali hanya wilayah Al-Ahsa` itupun jika kita menganggap Al-Ahsa` merupakan bagian dari Najd.
Sehingga atas dasar penjelasan di atas sangat tdk benar jika pergerakan dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu merupakan gerakan pemberontakan terhadap penguasa yg sah pada waktu itu. Karena Najd berada di luar daerah teritorial Daulah ‘Utsmaniyyah.
Namun yg ada adl upaya pembenahan dan penataan kembali daerah Najd dan negeri-negeri yg di bawah naungan yg sebelum telah dipenuhi berbagai macam keterpurukan baik dlm bidang keagamaan yg mayoritas umat dan negeri-negeri di Najd telah melakukan praktek-praktek kesyirikan bid’ah dan khurafat maupun dlm bidang sosial politik dan keamanan yg dipenuhi dgn pembunuhan penindasan dan saling menyerang satu terhadap yg lainnya.
Dengan pergerakan dakwah tauhid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu Najd berubah menjadi sebuah kekuatan besar yg mengkhawatirkan musuh-musuh tauhid baik dari kalangan penjajah ataupun dari kalangan ahlul batil baik tashawwuf ataupun kaum Syi’ah Rafidhah.
Kondisi Politik dan Keamanan Daulah ‘Utsmaniyyah di Masa itu
Banyak pihak menangisi dan meratapi keruntuhan Daulah ‘Utsmaniyyah. Namun sangat disayangkan tangisan dan ratapan tersebut tdk disertai dgn sikap yg adil dan ilmiah utk menjadikan sebagai pelajaran dan upaya instrospeksi diri mengapa dan apa sebab-sebab keruntuhan Daulah ‘Utsmaniyyah. Yang ada justru sikap mengkambinghitamkan pihak-pihak tertentu. dlm hal ini yg menjadi sasaran adl dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu. Dakwah ini dinyatakan sebagai salah satu biang keladi runtuh Daulah ‘Utsmaniyyah.
Padahal kalau mereka mau jujur dan mempelajari dgn seksama bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah telah hilang kekuatan dan wibawa sejak jauh hari sebelum kelahiran Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
Disebutkan Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah Al-‘Ubud dlm disertasi doktoral yg berjudul ‘Aqidatu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam Al-Islami : “Bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah secara menyeluruh sejak awal abad ke-12 H -yaitu sejak jauh hari sebelum muncul dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab- telah lemah bahkan secara de facto dinyatakan fi hukmiz zawal .
Banyak penguasa yg telah tunduk bertekuk lutut di hadapan beberapa negara kafir pada waktu itu baik negara-negara Eropa Barat maupun Eropa Timur. Hal itu ditandai dgn ada penanda-tanganan Perjanjian Damai Karlpetes di wilayah Tenggara Zagreb dekat Sungai Danube pada tahun 1110 H bertepatan dgn 1699 M5 dgn Pemerintahan Rusia. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Mushthafa II. Hal itu merupakan bukti resmi kelemahan mereka utk melindungi negara dari kekuatan negara-negara Nashara yg memusuhi Islam dan kaum muslimin.
Akibat kelemahan tersebut negara-negara Eropa berambisi utk melemahkan Daulah ‘Utsmaniyyah secara menyeluruh.
Barat menggelari penguasa Dinasti ‘Utsmani pada waktu itu sebagai penguasa yg sedang sakit. Kemudian Barat sepakat utk mulai membagi-bagi ‘warisan’ dari penguasa Dinasti ‘Utsmani ini kepada negara-negara kafir yg bersekutu dgn mereka pada waktu itu. Namun terjadi perselisihan di antara mereka tentang rincian hak masing-masing negara sekutu dari ‘warisan’ tersebut. Perselisihan yg terjadi antara mereka itu menyebabkan tertunda makar peruntuhan total Daulah ‘Utsmaniyyah dlm beberapa waktu lamanya.
Secara kenyataan Penguasa Dinasti ‘Utsmaniyyah tdk lagi memiliki kekuasaan dan wewenang apapun dlm pemerintahan. Kekuasaan dan wewenang pada waktu itu justru ada pada beberapa menteri yg kebanyakan mereka adl unsur-unsur asing dari Eropa dan dari kalangan Yahudi yg menampakkan keislaman dan terdiri pula dari orang2 yg silau dan kagum terhadap kafir Nashara.6 Akibat dari ini semua muncul sejumlah pemberontakan kerusuhan atau pembunuhan. Bahkan sebagian menteri dan penguasa di daerah melakukan gerakan revolusi dgn membentuk pemerintahan-pemerintahan kecil.7
Muhammad Kamal Jam’ah berkata dlm kitab Al-Intisyar: “Di kala itu istana negara dan para menteri serta orang2 penting negara telah dipenuhi dgn wanita-wanita tawanan perang yg ternyata wanita-wanita asing tersebut berfungsi sebagai mata-mata dlm gerakan spionase yg dilancarkan negara-negara kafir terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah.”
Keadaan Daulah ‘Utsmaniyyah sebagaimana tersebut di atas semakin diperlemah dgn ada perselisihan-perselisihan yg terjadi baik di dlm maupun di luar negeri dan ada gerakan-gerakan separatis dari daerah-daerah kekuasaan yg ingin melepaskan diri dari Daulah sehingga pada akhir Daulah ‘Utsmaniyyah terpaksa meninggalkan kekuasaan di negeri Yaman disebabkan ada revolusi para pimpinan Shan’a melawan mereka. Hingga kemudian terpaksa pula mereka hengkang dari Al-Ahsa` disebabkan revolusi perlawanan dari pimpinan Bani Khalid Barak bin Gharir serta para pengikut pada tahun 1080 H. –sekian keterangan Asy-Syaikh Shalih Al-‘Ubud
Kondisi Aqidah dan Keagamaan Daulah ‘Utsmaniyyah
Daulah ‘Utsmaniyyah ternyata adl daulah yg banyak dipengaruhi aqidah tashawwuf mendukung penuh gerakan Sufi dgn berbagai macam tarekat-tarekat yg sangat bertentangan dgn Islam dan tauhid. dlm pemerintahan Daulah ‘Utsmaniyyah telah masuk berbagai macam bentuk adat termasuk sebagian adat peribadatan Nashara seperti cara kehidupan kependetaan yg dikenal dgn Ar-Rahbaniyyah melantunkan dzikir-dzikir dgn lantunan nada diiringi tari-tarian disertai pula teriakan-teriakan dan tepuk tangan. Berbagai macam bentuk peringatan maulid dan berbagai macam aliran bid’ah yg lainnya.
Bahkan telah masuk pula adat istiadat Hindu Persia dan Yunani dgn berbagai macam dakwah aqidah yg menyesatkan. Seperti aqidah Al-Hulul dan Al-Ittihad serta Wihdatul Wujud . Aqidah ini merupakan aqidah sesat dan menyesatkan yg dimotori tokoh-tokoh sesat tashawwuf semacam Al-Hallaj dan yg lainnya.
Pemerintahan Daulah ‘Utsmaniyyah beranggapan bahwa gerakan tashawwuf merupakan inti agama Islam. Sehingga para penguasa benar-benar menghormati dan merendahkan diri di hadapan tokoh-tokoh tashawwuf serta berlebihan dlm mengagungkan mereka.
Di negeri tersebut dan daerah-daerah kekuasaan dipenuhi dgn kubur-kubur yg diagungkan dan dikeramatkan dgn didirikan kubah-kubah di atasnya. Hal itu dilindungi secara resmi oleh Daulah ‘Utsmaniyyah sehingga banyak umat yg berdatangan ke kubur-kubur dlm rangka mengagungkannya. Demikian juga menyembelih qurban dan bernadzar utk selain Allah telah tersebar luas dan merata di Daulah ‘Utsmaniyyah. Doa dan istighatsah kepada kubur merupakan suatu keadaan yg menyelimuti negeri tersebut.8
Gambaran dan kondisi Daulah ‘Utsmaniyyah yg bobrok dan bejat aqidah seperti di atas telah ada jauh sebelum dilahirkan Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu. Semua itu berakibat semakin lemah Daulah ‘Utsmaniyyah tercerai berai persatuan mereka sehingga mereka benar-benar lemah di hadapan musuh-musuhnya. Hilang wibawa mereka sehingga dgn penuh kerendahan dan kehinaan mereka harus menandatangani perjanjian damai dgn negara-negara kafir yg menunjukkan betapa lemah Daulah ‘Utsmaniyyah. Ini semua merupakan bukti nyata bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah tdk menjunjung tinggi tauhid dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu Allah tdk memberikan pertolongan-Nya kepada mereka. Telah hilang dari mereka janji Allah dlm firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang2 yg beriman jika kalian menolong Allah niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.”
Mereka tercerai berai krn mereka telah meninggalkan prinsip dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maha Benar Allah yg telah berkata di dlm kitab-Nya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan inilah jalan-Ku yg lurus mk ikutilah dia. Dan jangan kalian ikuti as-subul krn menyebabkan kalian tercerai berai dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allah perintahkan kepada kalian agar kalian bertakwa.”
Dengan tercerai-berai ini krn meninggalkan tauhid dan Sunnah yg kemudian diikuti ambisi masing-masing pihak dlm bentuk berbagai pemberontakan akhir berujung pada hilang kekuatan dan kewibawaan mereka di hadapan musuh-musuh-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَلاَ تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ
“Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan yg menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian.”
Dan benar pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg telah menyatakan:
وَجُعِلَ الذِّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
“Dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi pihak-pihak yg menyelisihi perintahku.” 9
Jika boleh disimpulkan bahwa keruntuhan Daulah ‘Utsmaniyyah disebabkan dua faktor utama:
1. Faktor kelemahan politik dan keamanan Daulah ‘Utsmaniyyah yg ditandai dengan:
a. Kekalahan dlm perang menghadapi kekuatan kafir Eropa sehingga terpaksa harus menandatangani perjanjian damai sejak jauh hari sebelum lahir Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
b. Banyak gerakan separatis di daerah yg ingin memisahkan diri dari kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah.
c. Keadaan parlemen dan kementerian negara yg telah banyak disusupi oleh kaki tangan asing dlm rangka meruntuhkan kekuatan negara dari dalam.
2. Faktor aqidah dan kehidupan keagamaan pemerintah Daulah ‘Utsmaniyyah maupun rakyat yg telah banyak diwarnai kesyirikan bid’ah khurafat serta kemaksiatan.
Dengan ada faktor-faktor tersebut di atas hilanglah kesempatan mereka utk meraih janji Allah yg disebutkan dlm firman-Nya:
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِي لاَ يُشْرِكُوْنَ بِي شَيْئًا
“Allah telah berjanji kepada orang2 yg beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang2 yg sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yg telah diridhai-Nya utk mereka dan Dia benar-benar akan menggantikan kondisi mereka setelah mereka berada dlm ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dgn tiada memper-sekutukan sesuatu apapun dengan-Ku.”
Wallahu a’lam.
1 Sebagaimana dlm Al-Mu’jamul Wasith penerbit Al-Maktabatul Islamiyyah
2 Lihat kitab Muhammad bin Abdul Wahhab karya Ahmad Abdul Ghafur ‘Aththar hal. 20; dan kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi karya Asy-Syaikh Mas’ud An-Nadwi hal. 36.
3 Ibid hal. 21.
4 Lihat kitab Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘alaihi. Karya Asy-Syaikh Mas’ud An-Nadwi; hal 32.
5 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu lahir 1115 H 5 tahun setelah perjanjian damai tersebut ditandatangani. Sehingga tdk bisa dinyatakan bahwa dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan bentuk persekongkolan utk meruntuhkan Daulah ‘Utsmaniyah. mk sangat tdk benar apa yg dituduhkan beberapa penulis dari kelompok Hizbut Tahrir dlm buku Kaifa Hudimatil Khilafah
6 Lihat kitab Fikrah Al-Qaumiyyah Al-’Arabiyyah ‘ala Dhau`i Al-Islam Dr. Shalih bin Abdullah Al-‘Ubud hal. 35-56; Intisyaru Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Kharija Al-Jazirah Al-’Arabiyyah M. Kamal Jam’ah hal. 11-12.
7 Lihat kitab Hadhirul ‘Alam Al-Islamiy Watsrub Al-Imriky dgn footnote dari Asy-Syaikh As-Salam 1/259.
8 Lihat Al-Intisyar hal. 11-14.
9 HR. Ahmad II/50 92 dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani di dlm Al-Irwa` no. 1269
Sumber: www.asysyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar