Sabtu, 13 November 2010

Anda Harus Baca Artikel Ini !

Assalamu'alaikum

ikuti perintah di bawah ini .....
Duduklah seperti duduk diantara dua sujud (duduk i’tiraj).
Kendorkan badan lalu tundukkanlah hati Anda serendah-rendahnya.
Lalu amati nafas kita. Amati saja tidak perlu diatur.
Amati bahwa nafas kita bergerak sendiri tanpa kita perintah.
Mereka bergerak karena digerakkan Dzat yang memberi kita hidup.

Sadari, bahwa yang akan kita sebut nama Nya adalah nama Dzat yang memberi kita hidup.
Nama Dzat yang menciptakan langit dan bumi.
Nama Dzat Yang Maha Besar, Dzat Yang Maha Agung
Sekarang panggilah nama Dzat yang Maha Besar tanpa menghitung-hitung jumlahnya.
Panggilah dengan rendah hati dan suara lembut:
Allah…
(diam dan rasakan bagaimana Allah merespon panggilan Anda)
Allah…
(diam dan amati apa yang Anda rasakan)
Allah … Allah … Allah …
(panggilan nama Nya secara pelahan-lahan sampai Anda merasa cukup)
Silahkan dimulai.

STOP

Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.
Sekarang apa yang Anda rasakan?

Mudah-mudahan Anda merasakan getaran atau "sesuatu" di dalam dada sebagai salah satu tanda keimanan kepada Allah. Mudah-mudahan Anda tidak termasuk sebagaimana orang yang disebutkan dalam surat Al Hujuraat [49] : 14 dibawah ini.

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Berbuat dengan penuh kesadaran

Bagi yang bisa merasakan perbedaannya, mari kita evaluasi kenapa bisa terjadi perbedaan antara Latihan 1 dengan Latihan 2?

Pada Latihan 2 kita melakukannya dengan penuh kesadaran. Kita sadar, siapa yang namanya kita sebut. Karena kita sadar, kita jadi mengerti bagaimana kita harus bersikap dan mengamati apa yang sedang terjadi terhadap apa yang kita lakukan. Kesadaran seperti itu biasa disebut sebagai NIAT.

Niat menurut syara' adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang diikuti dengan perbuatan4. Dari definisi tersebut, dapat dikatakan niat ada sepanjang perbuatan tersebut dilakukan. Niat dalam shalat bukan sekedar mengucapkan "ushalii". Bahkan mengucapkan "ushalii" bukan merupakan bagian dari shalat. 

Shalat menurut definisi syar'i adalah ibadah yang terdiri dari rangkaian bacaan dan gerakan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sementara itu, mengucapkan "ushalii" terletak sebelum takbir, artinya diluar kegiatan shalat. “Ushalii” hanya sekedar bacaan yang membantu mengingatkan kita agar kita melakukan shalat dengan penuh niat, dalam arti sungguh-sungguh menghadapkan diri ke Allah sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.

Niat dalam shalat harus ada sepanjang shalat tersebut dilakukan, sejak takbir sampai dengan salam. 

Jadi takbirlah dengan niat, bacalah Al Fatihah dengan niat, rukuk-lah dengan niat, dan seterusnya sampai dengan salam. 

Artinya ketika takbir kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang mengagungkan kebesaran Allah. Ketika membaca Al Fatihah, kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang memulai
 berkomunikasi dengan Allah. Ketika kita rukuk, kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang menundukkan diri di hadapan Allah SWT. Demikian seterusnya kita selalu melakukan gerakan dan bacaan shalat dengan penuh kesadaran hingga kita mengucapkan salam untuk
 menebarkan keselamatan ke sekeliling kita.

dikutip juga dari
- Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Niat, terjemahan bahasa Indonesia oleh Faisal Saleh, LC.      Gema Insani. Cetakan I tahun 2006. Halaman 12.
- Ibid

Babak III

Tunduk dalam Kepasrahan

Masih ingatkah pelajaran rukun shalat yang pernah kita terima ketika kita masih duduk di bangku SD, SMP atau SMA?. Secara ringkas, rukun shalat adalah sebagai berikut : 
�� Membaca Niat
�� Takbir
�� Berdiri
�� Membaca Al Fatihah
�� Rukuk
�� Itidal
�� Sujud
�� Duduk diantara dua sujud
�� Tahiyyad akhir
�� Salam
Beberapa mahzab ada yang menambahkan rukun shalat dengan tu'maninah, tertib 
dan berurutan, serta sedikit variasi di dalam detail masing-masing rukunnya.

Evaluasi pelaksanaan rukun shalat
Saya tidak akan membahas secara detail masalah rukun shalat disini. Rasanya sudah sangat sering dibahas dan sangat banyak buku-buku yang menulis tentangnya. Saya hanya ingin mengajak Anda untuk melihat kembali apakah rukun shalat tersebut sudah dilakukan dengan benar?

Pada bab sebelumnya kita sudah membahas masalah niat. Sekarang mari kita lihat rukun yang lainnya lagi.

Coba kita perhatikan rukun shalat di atas. Bacaan apa saja yang dimasukkan ke dalam rukun shalat? Jawabannya adalah Al Fatihah dan tahiyyad akhir (shalawat). Dapat juga ditambahkan dengan takbir dan salam yang juga harus diucapkan. 

Bacaan lainnya adalah sunnah. Jika dibaca menambah pahala, jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya.

Jika demikian, apakah yang wajib dilakukan ketika rukuk atau sujud? Pertanyaan ini sederhana saja sifatnya, tapi selama ini banyak yang tidak memperhatikannya sehingga bingung 
menjawabnya. 

Jawabnya adalah gerakan rukuk dan sujud itu sendiri. Jika kita tidak membungkukkan dan menyujudkan badan maka shalat kita tidak sah, kecuali jika kita sedang uzur tentunya.

Sedangkan bacaan di dalamnya adalah sunnah, tidak dibaca tidak apa-apa. Shalat kita tetap sah.
Coba kita ingat kembali pelaksanaan shalat yang selama ini telah kita lakukan. Manakah yang lebih kita perhatikan ketika kita melakukan rukuk dan sujud? Bacaan atau gerakan? Banyak sekali orang mengira bahwa dia memperhatikan kedua-duanya, tetapi coba kita ingat-ingat kembali : Pernahkah kita memperhatikan apakah gerakan rukuk dan sujud kita telah
 sempurna? 

Apakah punggung kita telah lurus sehingga jika diletakkan gelas berisi air tidak tumpah? 

Apakah kita telah mengamalkan gerakan rukuk dan sujud sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini?

Abu Humaid As-Sa'idi r.a berkata, "Aku mengingat shalat Rasulullah Saw lebih baik daripada siapa pun diantara kalian. Aku melihat Nabi Saw mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya dan mengucapkan takbir, dan ketika rukuk Nabi Saw meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas dua lututnya dan punggungnya membungkuk lurus, kemudian
 setelah bangkit dari rukuk Nabi Saw berdiri tegak hingga semua tulang punggungnya berada dalam posisi normal. Ketika sujud, Nabi Saw meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas tanah dan menjauhkan lengan bagian bawahnya dari tanah dan tubuhnya, dan jari jemari (kakinya) menghadap ke arah kiblat. Ketika duduk pada rakaat kedua, Nabi Saw duduk
 diatas kaki kirinya dan menyangga kakinya sebelah kanan; dan pada rakaat terakhir Nabi
 Saw menekan kakinya sebelah kiri kedepan dan menopang kakinya sebelah kanan dan duduk diatas pinggulnya". (1:791 - Shahih Al Bukhari).

Bacaan bukan panglima
Sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan kita telah menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya bacaan telah menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke gerakan lain dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolah-olah bacaan menjadi aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud 3x, maka segera kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan 8 permohonan disaat duduk diantara 2 sujud, kita langsung bergerak untuk sujud kembali.

Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa yang kita lihat ketika shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca Al Fatihah dan surat pendek, imam shalat biasanya akan mengucapkan takbir sebagai tanda kita harus rukuk. Kita lalu mengambil kesimpulan, bahwa selesainya bacaan shalat menjadi batas lamanya gerakan shalat yang lainnya. Padahal tolok ukurnya berbeda. Ketika kita berdiri membaca Al Fatihah, bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, itidal, sujud dan duduk, bacaannya sunnah, yang wajib adalah gerakannya.

Mungkin Anda bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang menentukan lamanya gerakan rukuk, i’tidal, sujud dan duduk?

Marilah kita lihat apa yang diajarkan Nabi ketika memberikan pelatihan shalat secara singkat kepada seseorang sebagaimana hadits dibawah ini.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah: Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian menemui Nabi Saw dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya dan berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang mengerjakan shalat dengan cara sebelumnya, kemudian menemui dan mengucapkan salam kepada Nabi Saw. Beliau pun kembali berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". 


Hal itu terjadi tiga kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang mengutus engkau dengan kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara yang lebih baik selain cara ini. 

Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi Saw bersabda, "Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang (thuma'ninah). Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang, dan kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al Bukhari).

Jika kita membaca hadits diatas, kita bisa duga, bahwa orang itu sudah mengetahui bacaan dan gerakan-gerakan shalat. Tapi mungkin pelaksanaan dilakukan secara terburu-buru. Karena itu, Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan dan dasar-dasar shalat lainnya. Nabi mengajarkan apa yang perlu diperbaiki oleh orang itu. Beliau mengajarkan, bahwa lamanya gerakan shalat, khususnya ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh selesainya bacaan, tetapi sampai kita merasa tenang.

Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh bacaan shalat, tahu gerakan-gerakan shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita merasa shalat kita sudah sempurna seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak sadar, ketika shalat kita sering membaca bacaan dengan cepat agar shalat kita cepat selesai. Ternyata shalat semacam itu dipandang Nabi hanya seperti angin lalu saja. Sia-sia. Diulang berkali-kali pun tidak ada gunanya.

Rukun shalat yang dilupakan

Kesempurnaan gerakan tidak mungkin dicapai jika kita terburu-buru dalam melaksanakan shalat. Gerakan-gerakan shalat harus dilakukan dengan perlahan-lahan dan penuh perasaan. Dalam rukun shalat, hal itu disebut sebagai THUMA'NINAH. Thuma'ninah diartikan sebagai berhenti sebentar dalam setiap gerakan hingga seluruh tulang dan persendian kembali pada posisi yang tepat dan tubuh terasa tenang.

Thuma'ninah sebetulnya termasuk dalam rukun shalat pada sebagian besar mahzab. Ada yang dinyatakan sebagai salah satu rukun, ada pula yang digabung dengan rukun lain. Mahzab Syafi’i yang dianut oleh sebagian besar orang Indonesia menggabungkan thuma'ninah dalam rukun 
yang lain, seperti rukuk dengan thuma'ninah, sujud dengan thuma'ninah, duduk dengan thuma'ninah. 

Tetapi karena thuma'ninah bukan merupakan gerakan atau bacaan, maka dia sering dilupakan orang. Padahal sebagai rukun, sebetulnya thuma'ninah tidak boleh ditinggalkan. Shalat tanpa thuma'ninah kira-kira sama dengan shalat tanpa bertakbir atau tanpa membaca Al Fatihah atau tanpa salam. Artinya, shalat tersebut tidak sah!

Berikut ini adalah tabel perbandingan rukun shalat dalam 4 mahzab. 6



Tabel diambil dari http://www.eramuslim.com/ustadz/shl/7611221508--mana-datangnya-rukun-sholat.htm yang merupakan kutipan dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Pada bagian thuma’ninah diubah oleh Penulis berdasarkan buku Fikih Shalat. Kajian berbagai Mazhab. Dr. Wahbah al Zuhaily. Terjemahan Prof. Drs. KH. Masdar Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.

Gerakan yang menghantarkan jiwa
Gerakan tubuh sangat penting untuk menghantarkan hati dan jiwa mencapai ketundukan dan kerendahan dihadapan 
Allah. Untuk lebih memahaminya mari kita lakukan latihan berikut ini.


STOP
Jangan melanjutkan 
membaca sebelum melakukan latihan di atas.
Coba bandingkan, 
manakah yang lebih terasa pasrah? Posisi yang pertama atau yang kedua?
Umumnya orang merasakan posisi yang kedua yang lebih terasa pasrah. 
Ketika tubuh rileks dan membungkuk, maka akan lebih mudah bagi orang untuk mencapai posisi kepasrahan diri. 

Sebaliknya, sangat sulit mencapai posisi pasrah atau rendah hati jika tubuh tegang dan dada
 membusung, sikap tubuh yang biasanya terdapat pada orang sombong dan angkuh.
Sekarang kita lanjutkan dengan lakukan latihan berikutnya.
Coba bandingkan apa yang Anda rasakan. Manakah yang terasa lebih pasrah dan lebih enak, yang menggunakan kata-kata atau yang tanpa kata-kata?
Hampir semua orang yang pernah melakukan Latihan 4 mengatakan, bahwa yang lebih terasa enak adalah yang tanpa kata-kata!

Ketika kita menggunakan kata-kata, otak kiri yang berkaitan dengan logika, hafalan, sekuensial
, akan berperan aktif. Ketika kita pasrah tanpa kata-kata, maka otak kiri tidak lagi aktif. Otak
 kanan yang berkaitan dengan rasa, emosi, acak, yang berperan aktif. Akibatnya lebih terasa enak.
Ketika hati kita pasrah atau tunduk dalam keadaan diam (tanpa kata), maka pikiran kita
 bergerak mengikuti naluri. Tubuh pun ikut pasrah sehingga otot-otot lebih kendor dan terasa rileks. Jika kepasrahan itu diteruskan dan diikuti dengan sepenuh hati, maka orang akan tersujud dengan sendirinya. Sujud yang bukan dari perintah otak, tetapi sujud yang muncul dari hati yang berserah diri.

Rukuk dan sujud dengan penuh kerendahan
Dari banyak gerakan-gerakan shalat, gerakan rukuk dan sujud adalah yang paling penting. Dalam beberapa ayat di dalam Al Qur'an, rukuk dan sujud kadang digunakan sebagai pengganti kata shalat, misalnya saja surat Al Hajj : 26.
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan 
Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud”.
Rukuk dan sujud sedemikian penting, sehingga Nabi mem
erintahkan untuk menyempurnakannya.
Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Dari Nabi saw., Beliau bersabda: Sempurnak
anlah rukuk dan sujud, demi Allah, sesungguhnya aku dapat melihat engkau di belakangku (kemungkinan bersabda: yang di belakang punggungku) saat engkau rukuk atau sujud. (Shahih Muslim No.644)
Bahkan ketidaksempurnaan dalam melakukan rukuk dan sujud dinilai Nabi seperti orang yang mencuri di dalam shalat, sebagaimana hadits berikut ini.

Dari Qatadah RA, dia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda, 
"Paling jelek manusia dalam mencuri adalah orang yang mencuri sebagian shalatnya". Ada seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dia mencuri shalatnya?". Rasulullah saw menjawab: "Dia tidak menyempurnakan rukuk shalat itu dan 
tidak pula menyempurnakan sujudnya".
Rukuk dan sujud sangat penting untuk membantu kita meraih kekhusyu'an. Gerakan rukuk dan sujud akan membantu jiwa mencapai ketundukan dan kerendahan. 
Sikap tubuh yang membungkuk pada rukuk akan membantu jiwa kita untuk tunduk dan hormat kepada Allah. 

Demikian pula meletakkan kepala pada posisi yang paling rendah, akan membantu kita untuk merendahkan diri dihadapan Allah. Jika rukuk dan sujud tidak sempurna, maka dapat dipastikan, bahwa jiwa kita belum mencapai ketundukkan dan kerendahan 
sebagaimana yang diharapkan. Artinya, tidak mungkin meraih kesempurnaan shalat, yaitu turunnya rasa khusyu', rasa tunduk, rendah dan tenang dihadapan Allah.

Sayangnya, justru gerakan rukuk dan sujud ini yang paling banyak salah dilakukan. Pada rukuk, kesalahan yang paling sering terjadi adalah punggung melengkung, kepala menekuk terlalu dalam dan tangan diletakkan di bawah atau diatas lutut. Sedangkan yang sering salah dilakukan orang adalah punggung yang melengkung atau siku jatuh hingga menempel ke lantai.
Foto rukuk dan sujud yang salah.
  • Punggung melengkung
  • Kepala terlalu membungkuk
  • Siku menyentuh lantai
Untuk melatih gerakan-gerakan rukuk dan sujud yang benar, dapat dilakukan sebagaimana Latihan 5 di bawah ini.

Penasaran nggak?? kalo nggak penasaran perlu dibawa ke Dokter jiwa hehehe...  bukan apa apa bagi seorang muslim pasti ingin tahu apabila ia pun sudah tahu ia akan terus dan terus belajar dan belajar sampai akhir hayatnya...sesuai dengan perintahnya .... " Iqro"
Alhamdullilahirobilalamin,

Wassalamualaikum wr wb

0 komentar:

Posting Komentar